
Emosi adalah bagian normal dari kehidupan sehari-hari. Kami merasa frustasi ketika kami terjebak dalam lalu lintas. Kita merasa sedih ketika kita kehilangan orang yang kita cintai. Kita bisa marah ketika seseorang mengecewakan kita atau melakukan sesuatu yang menyakiti kita.
Sementara kita berharap untuk merasakan emosi ini secara teratur, beberapa orang mulai mengalami emosi yang lebih mudah berubah. Mereka merasakan ketinggian yang lebih tinggi dan posisi terendah yang lebih rendah, dan puncak dan lembah ini mulai memengaruhi kehidupan mereka. Individu yang mengalami emosi yang intens mungkin menemukan diri mereka tenang pada suatu saat dan kemudian sedih atau marah pada saat berikutnya.
Sementara salah satu dari kita bisa mempunyai saat-saat ketika emosi kita lepas kendali, bagi sebagian orang itu terjadi secara teratur. Emosi mereka yang berubah dengan cepat bisa menyebabkan mereka melakukan dan mengatakan hal-hal yang kemudian mereka sesali. Mereka bisa merusak hubungan atau melukai kredibilitas mereka dengan orang lain.
Ada beberapa alasan mengapa seseorang kehilangan kendali atas emosinya. Mereka mungkin secara genetik cenderung terhadap perubahan yang cepat ini. Mereka mungkin belum pernah melihat regulasi emosi yang baik dimodelkan atau dipelajari skillnya. Mereka mungkin kehilangan kendali ketika mereka mengalami pemicu situasi negatif yang terjadi di masa lalu. Ada juga perubahan fisik yang menyebabkan seseorang kehilangan kendali atas emosinya, seperti kelelahan atau penurunan gula darah.
Tidak peduli alasan gejolak emosi, kabar baiknya adalah kita bisa belajar pengaturan diri yang lebih baik. Kita semua bisa memperoleh manfaat dari mempelajari strategi untuk mengendalikan emosi kita. Regulasi emosi adalah kemampuan untuk mengontrol keadaan emosi kita dengan lebih baik.
Daftar isi
Apa Yang Dimaksud Dengan Kontrol Dan Regulasi Emosi?
Kontrol dan regulasi emosional adalah mengambil tindakan apa pun yang mengubah intensitas pengalaman emosional. Itu tidak berarti menekan atau menghindari emosi. Dengan skills regulasi emosi, kamu bisa mempengaruhi emosi mana yang kamu miliki serta cara kamu mengekspresikannya.
Pada akhirnya, ini mengacu pada kemampuan untuk secara efektif mengendalikan emosi kita melalui berbagai pendekatan.
Beberapa orang lebih baik dalam mengatur emosi mereka daripada yang lain. Mereka mempunyai kecerdasan emosional yang tinggi dan sadar akan pengalaman internal mereka dan perasaan orang lain. Meskipun mungkin tampak seperti mereka “secara alami tenang”, orang-orang ini juga mengalami perasaan negatif. Mereka baru saja mengembangkan strategi koping yang memungkinkan mereka untuk mengatur sendiri emosi yang sulit.
Kabar baiknya adalah bahwa pengaturan diri emosional bukanlah sifat statis. Skills regulasi emosi bisa dipelajari dan ditingkatkan dari waktu ke waktu. Mempelajari cara mengelola pengalaman negatif bisa bermanfaat bagi kesehatan mental dan fisik kamu.
Mengapa Regulasi Emosi Itu Penting?
Sebagai orang dewasa, kita diharapkan untuk mengelola emosi kita dengan cara yang bisa diterima secara sosial dan membantu kita menavigasi kehidupan kita. Ketika emosi kita menguasai kita, mereka bisa menyebabkan masalah.
Banyak faktor yang bisa menghambat regulasi emosi. Ini termasuk keyakinan kita tentang emosi negatif atau kurangnya skills regulasi emosi. Terkadang, situasi stres bisa membangkitkan emosi yang sangat kuat.
Salah satu cara volatilitas emosional bisa menyakiti kita termasuk dampaknya terhadap hubungan kita dengan orang lain. Misalnya, ketika kita tidak bisa mengendalikan amarah kita dengan benar, kita cenderung mengatakan hal-hal yang menyakiti orang-orang di sekitar kita dan menyebabkan mereka menjauh. Kita mungkin menyesali hal-hal yang telah kita katakan atau harus menghabiskan waktu untuk memperbaiki hubungan.
Selain berdampak negatif pada hubungan kita, ketidakmampuan mengendalikan emosi juga bisa merugikan diri sendiri. Merasakan kesedihan yang luar biasa bisa menurunkan kesejahteraan dan menyebabkan penderitaan yang tidak perlu. Hidup dengan rasa takut yang tak tanggung-tanggung bisa menghalangi kemampuan kita untuk mengambil risiko dan mempunyai pengalaman hidup baru.
5 Skills Regulasi Emosi Yang Harus Kamu Kuasai
Ada sejumlah skills yang bisa membantu kita mengatur emosi kita sendiri.
1. Ciptakan Ruang
Emosi terjadi dengan cepat. Kami tidak berpikir “sekarang saya akan marah” — kami hanya tiba-tiba mengatupkan rahang dan marah. Jadi skills nomor satu dalam mengatur emosi yang sulit, hadiah yang bisa kita berikan kepada diri sendiri, adalah berhenti. Mengambil napas. Perlambat momen antara pemicu dan respons.
2. Perhatikan Apa Yang Kamu Rasakan
Skills yang sama pentingnya melibatkan kemampuan untuk menyadari apa yang kamu rasakan. Judson Brewer, MD Ph.D. merekomendasikan latihan untuk menjadi lebih ingin tahu tentang reaksi fisik kamu sendiri. Dengarkan diri kamu dan pertimbangkan: di bagian tubuh mana kamu merasakan sensasi? Apakah perut kamu sakit? Apakah jantung kamu berdebar kencang? Apakah kamu merasakan ketegangan di leher atau kepala?
Gejala fisik kamu bisa menjadi petunjuk tentang apa yang kamu alami secara emosional. Menanyakan apa yang terjadi pada kamu secara fisik juga bisa mengalihkan fokus kamu dan membuat sebagian intensitas emosi hilang.
3. Sebutkan Apa Yang Kamu Rasakan
Setelah memperhatikan apa yang kamu rasakan, kemampuan untuk menyebutkannya bisa membantu kamu mengendalikan apa yang terjadi. Tanyakan pada diri sendiri: apa yang kamu sebut emosi yang kamu rasakan? Apakah itu kemarahan, kesedihan, kekecewaan, atau dendam? Apa lagi itu? Satu emosi kuat yang sering bersembunyi di balik orang lain adalah rasa takut.
Banyak dari kita merasakan lebih dari satu emosi pada satu waktu, jadi jangan ragu untuk mengidentifikasi beberapa emosi yang mungkin kamu rasakan. Kemudian menggali sedikit lebih dalam. Jika kamu merasa takut, apa yang kamu takutkan? Jika kamu merasa marah, apa yang membuat kamu marah atau terhadap apa? Mampu menyebutkan emosi kamu akan membantu kamu selangkah lebih dekat untuk berbagi emosi kamu dengan orang lain.
4. Menerima Emosi
Emosi adalah bagian normal dan alami dari cara kita merespons situasi. Daripada menyalahkan diri sendiri karena merasa marah atau takut, kenali bahwa reaksi emosional kamu valid. Cobalah untuk melatih self-compassion dan beri diri kamu rahmat. Ketahuilah bahwa mengalami emosi adalah reaksi manusia yang normal.
5. Melatih Perhatian Penuh
Perhatian penuh membantu kita “hidup pada saat ini” dengan memperhatikan apa yang ada di dalam diri kita. Gunakan indra kamu untuk memperhatikan apa yang terjadi di sekitar kamu dengan cara yang tidak menghakimi. Skills ini bisa membantu kamu tetap tenang dan menghindari pola pikir negatif ketika kamu berada di tengah-tengah rasa sakit emosional.
7 Strategi Yang Bisa Membantu Kamu Untuk Regulasi Emosi

Ada sejumlah strategi regulasi emosi yang bisa dikuasai orang untuk membangun skills koping mereka. Penting untuk mempertimbangkan strategi mana yang paling berguna dan mana yang harus dihindari.
Ada dua kategori besar regulasi emosi. Yang pertama adalah penilaian ulang : mengubah cara kita berpikir tentang sesuatu untuk mengubah respons kita. Yang kedua adalah penindasan, yang terkait dengan hasil yang lebih negatif. Penelitian menunjukkan bahwa mengabaikan emosi kita dikaitkan dengan ketidakpuasan dan kesejahteraan yang buruk.
Mari kita lihat 7 strategi yang bisa membantu mengelola emosi dengan cara yang sehat dan bermanfaat.
1. Identifikasi Dan Kurangi Pemicu
kamu seharusnya tidak mencoba menghindari emosi negatif — atau takut pada mereka. Tetapi kamu juga tidak harus terus menempatkan diri kamu dalam situasi yang menimbulkan emosi yang tidak menyenangkan. Mulailah mencari pola atau faktor yang hadir saat kamu mulai merasakan emosi yang kuat. Ini membutuhkan rasa ingin tahu dan kejujuran. Apakah ada sesuatu yang membuatmu merasa kecil? Emosi yang kuat sering muncul dari ketidakamanan kita yang mendalam, terutama yang kita sembunyikan. Apa yang terjadi di sekitar kamu dan pengalaman masa lalu apa yang muncul untuk kamu?
Ketika kamu mengidentifikasi pemicu-pemicu ini, kamu bisa mulai mengeksplorasi mengapa mereka membawa begitu banyak beban dan apakah kamu bisa mengurangi kepentingannya. Misalnya, seorang CEO mungkin malu untuk mengakui bahwa dia marah ketika membahas angka karena dia kesulitan di kelas matematika. Memahami pemicu ini mungkin sudah cukup. Atau, CEO mungkin memilih untuk melihat grafik bulanan secara pribadi untuk menghindari pemicu perasaan seperti orang lain sedang menunggunya.
2. Dengarkan Gejala Fisik
Perhatikan bagaimana perasaan kamu, termasuk apakah kamu merasa lapar atau lelah. Faktor-faktor ini bisa memperburuk emosi kamu dan menyebabkan kamu menafsirkan emosi kamu lebih kuat. Jika kamu bisa mengatasi masalah mendasar (misalnya kelaparan, kelelahan), kamu bisa mengubah respons emosional kamu.
3. Pertimbangkan Cerita Yang Kamu Ceritakan Sendiri
Dengan tidak adanya informasi, kami mengisi bagian yang kosong dengan detail kami sendiri. Mungkin kamu merasa ditolak setelah kamu tidak mendengar kabar dari anggota keluarga; kamu percaya itu karena mereka tidak lagi peduli dengan kamu.
Sebelum kamu membuat atribusi ini, tanyakan pada diri kamu: apa penjelasan lain yang mungkin? Dalam contoh anggota keluarga, apa lagi yang bisa terjadi dengan mereka yang akan menghentikan mereka untuk menjangkau kamu? Mungkinkah mereka sibuk atau sakit? Apakah mereka orang yang bermaksud baik yang sering lupa untuk menindaklanjuti komitmen?
4. Terlibat Dalam Self-Talk Yang Positif
Ketika emosi kita terasa luar biasa, self-talk kita bisa menjadi negatif: “Aku kacau lagi” atau “orang lain sangat buruk.” Jika kamu memperlakukan diri sendiri dengan empati, kamu bisa mengganti beberapa pembicaraan negatif ini dengan komentar positif. Cobalah menyemangati diri sendiri dengan mengatakan “Saya selalu berusaha keras” atau “Orang-orang melakukan yang terbaik yang mereka bisa.” Pergeseran ini bisa membantu mengurangi emosi yang kita rasakan. Kamu masih bisa frustasi dengan situasi yang tidak berhasil tetapi tidak lagi harus menyalahkan atau menggeneralisasikannya di luar situasi.
5. Tentukan Pilihan Tentang Bagaimana Merespons
Dalam kebanyakan situasi, kita mempunyai pilihan tentang bagaimana merespons. Jika kamu cenderung merespons perasaan marah dengan menyerang orang lain, kamu mungkin menyadari dampak negatifnya terhadap hubungan kamu. Kamu mungkin juga memperhatikan bahwa rasanya tidak enak. Atau, saat ini terasa menyenangkan, tetapi konsekuensinya menyakitkan.
Lain kali kamu merasa marah atau takut, ketahuilah bahwa kamu harus memilih bagaimana kamu ingin merespons. Pengakuan itu sangat kuat. Daripada menyerang, dapatkah kamu mencoba respons yang berbeda? Apakah mungkin bagi kamu untuk memberitahu seseorang bahwa kamu sedang marah daripada berbicara kasar kepada mereka? Ingin tahu tentang apa yang akan terjadi jika kamu mengubah tanggapan kamu. Bagaimana perasaan kamu? Bagaimana tanggapan orang lain?
6. Carilah Emosi Positif
Manusia secara alami menghubungkan lebih banyak bobot pada emosi negatif daripada emosi positif. Ini dikenal sebagai bias negatif. Emosi negatif, seperti jijik, marah, dan sedih cenderung membawa banyak beban. Perasaan positif, seperti kepuasan, minat, dan rasa syukur lebih tenang. Membiasakan memperhatikan pengalaman positif ini bisa meningkatkan ketahanan dan kesejahteraan.
7. Cari Terapis
Mengelola emosi kita sendiri bisa jadi sulit. Butuh kesadaran diri yang tinggi. Ketika kita mengalami masa sulit, regulasi diri emosional kita mulai menderita. Terkadang kita membutuhkan pasangan seperti terapis yang bisa membantu kita mempelajari skills pengaturan diri yang lebih baik. Untungnya, ada sejumlah solusi terapeutik yang bisa membantu kita belajar mengatur emosi dengan lebih baik.
Apa Itu Gangguan Regulasi Emosi?
Gangguan regulasi emosi adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami kesulitan dalam mengelola perasaannya. Ketidakmampuan untuk mengatur emosi secara memadai disebut sebagai disregulasi. Disregulasi adalah kemampuan yang buruk untuk mengelola respons emosional atau menjaga reaksi dalam kisaran yang bisa diterima.
Seseorang dengan gangguan regulasi emosi lebih mungkin mengalami perubahan suasana hati yang dramatis. Fluktuasi ini pada gilirannya berdampak negatif pada tindakan orang tersebut.
Gangguan regulasi emosi bisa mengakibatkan beberapa hal berikut:
- Kesulitan membangun dan memelihara hubungan yang sehat
- Perilaku merusak diri sendiri
- Hipersensitivitas
- Sering mengalami kehancuran atau temper tantrum
- Ledakan emosi yang dipindahkan ke seseorang yang tidak menyebabkan kerusakan
Gangguan regulasi emosi juga bisa menyertai masalah kesehatan mental lainnya. Gangguan seperti depresi, stres, atau gangguan kepribadian ambang sering memperumit regulasi emosi.
Apa Itu TPD?
Ada banyak pendekatan terapeutik yang bisa membantu dengan gangguan regulasi emosi. Intervensi ini cenderung praktis dan bisa sangat berhasil.
Salah satu pendekatan yang bisa membantu dengan disregulasi emosional adalah Terapi Perilaku Dialektika (TPD). TPD adalah jenis terapi perilaku kognitif yang berusaha mengidentifikasi pola berpikir negatif. Individu bekerja dengan terapis untuk mengganti pola-pola ini dengan perubahan perilaku positif.
TPD adalah teknik penilaian ulang kognitif. Ini mencakup praktik seperti penggantian pikiran atau pembalikan peran situasional. Dalam pembalikan peran situasional, orang tersebut membayangkan situasi dari perspektif yang berbeda. Latihan ini bisa membantu mereka mengembangkan empati dan fleksibilitas kognitif.
Salah satu goals jangka panjang dari terapi perilaku dialektis adalah untuk meningkatkan toleransi distres. Toleransi distres adalah kemampuan untuk duduk dengan emosi, sensasi, dan pengalaman yang tidak nyaman. Disregulasi emosional sering kali datang dari keinginan untuk “menimpa” perasaan yang tidak diinginkan. Tanpa kesadaran, orang cenderung melakukan tindakan menyakiti diri sendiri, penyalahgunaan zat, dan perilaku lain untuk menghindari perasaan tersebut. Membangun toleransi marabahaya menyediakan toolkit self-help. Ini biasanya mencakup teknik menenangkan diri, gangguan, dan penerimaan radikal. Dengan latihan, kamu bisa belajar bagaimana menenangkan diri.
Emosi negatif adalah bagian dari kehidupan kita sehari-hari, dan berpura-pura bahwa mereka tidak ada tidak akan membuat mereka pergi. Daripada mencoba menghindarinya, kita harus mencoba mengembangkan kecerdasan emosional dan skills regulasi. Membangun kemampuan untuk mengatur diri sendiri sangat penting untuk kepemimpinan, komunikasi, dan hubungan.