Ditulis.ID – Usaha Kecil dan Menengah (UKM) memiliki fungsi penting dalam pembangunan menaikkan kemajuan ekonomi. UKM bisa dibuktikan sanggup bertahan di dalam tengah kritis moneter di tahun 1997 dan sanggup mengusung kemajuan ekonomi satu wilayah, bahkan sekarang ini. Di tahun 2011 UKM menyumbangkan 56% dari keseluruhan PDB di Indonesia (Aries Musnandar 2012). UKM sanggup kurangi pengangguran di Indonesia karena mempernyerap banyak tenaga kerja. Memandang fungsi riil UKM pasti bukan jadi hal yang mengejutkan jika pemerintahan semestinya tingkatkan performa bidang UKM itu.
Perhatian dan fungsi petinggi wilayah benar-benar memengaruhi perubahan UKM di wilayah masing-masing. Oleh karenanya perkembangan UKM di suatu wilayah jadi acuan kepedulian dan pengembangan petinggi di tempat. Kesuksesan pengembangannya bukan hanya cuman berada pada kepala wilayah, tetapi fungsi sekretaris wilayah dan kepala OPD yang berkaitan. Sekda sebagai administrator berperanan penuh mempersiapkan permodalan, bertindak sebagai koordinator, sementara kepala OPD berperanan eksekutor di atas lapangan.
Ada beberapa tipe UKM di Indonesia, satu diantaranya ialah UKM Batik. Batik ialah produk peninggalan budaya bangsa Indonesia yang penting untuk dilestarikan dan diperkembangkan. Banyak wilayah mengadakan training kerajinan dan batik untuk membuat usaha baru, kurangi pengangguran dan kemiskinan di wilayahnya sampai mereka betul-betul sanggup berdikari berwiraswasta.
UKM batik di Kota Salatiga, masih berusia belia. Dibuat sekitaran tahun 2004 meningkatkan wujud dasar batu prasasti plumpungan dan batu waturumpuk. Pengembangan mengusung riwayat kekayaan wilayah ini pada akhirnya banyak diikuti oleh kabupaten disekelilingnya. Sekarang ada batik yang dibuat dari tower air warisan pemerintahan belanda, bangunan kuno monumental, dan getuk trio.
Dalam penilaian penulis, kepedulian petinggi pengambil keputusan pada Pemerintah kota Salatiga pada UKM ini masih termasuk rendah, bisa saja pada UKM tipe yang lain. Dalam penyediaan seragam batik Pemerintah kota Salatiga warna pelangi sekian tahun lalu, tidak ditangani oleh UKM Salatiga, diolah oleh UKM luar Kota Salatiga, masing-masing SKPD beli lewat salah satunya pengrajin yang dipilih oleh petinggi Pemerintah kota Salatiga. Ini terlihat sekali memperlihatkan jika pada barisan petinggi administrator pengambil keputusan pada sekretariat wilayah Kota Salatiga tidak ada perhatian yang dalam pada pengrajin batik lokal. Banyak dana yang dikelurkan untuk training kebuang bersama dengan kembalinya calon pengrajin jadi pengangguran.
Sesudah ada pemesanan batik dengan jumlah besar dari Pemerintah kota, order justru diberikan ke UKM luar Kota Salatiga. Benar-benar tragis memang, disatu segi petinggi di tempat mengembar-gemborkan pengentasan kemiskinan, membuat tugas baru, lakukan pelatihan-pelatihan keterampilan untuk masyarakatnya, pada bagian lain kesempatan tugas itu dikasih ke pengrajin batik di luar Kota Salatiga.
Keadaan ini terjadi pada penyediaan seragam batik tahun 2017 ini, bisa disebut lebih kronis dari penyediaan batik pelangi, kwalitasnya lebih rendah tidak sebanding dengan harga. Batik pelangi, pewarnaanya tembus kain, jauh berbeda dengan batik warna oranye penyediaan tahun ini, sektor muka warna oranye, sektor dalam warna putih oranye, tidak tembus warna. Orang yang paham batik mengatakan batik printing, diolah sama seperti sablon banner kain.
Rendahnya kualitas batik oranye ini jadi perbincangan negatif di lingkungan PNS Pemerintah kota Salatiga, tetapi tidak ada PNS yang berani melahirkan secara terbuka. Ada yang mengatakan penjualnya sampai hati manfaatkan PNS untuk cari keuntungan sebanyaknya, pengrajin batik yang dipilih untuk penyediaan batik tidak manusiawi karena tahu jual batik kualitas benar-benar rendah juga pasti dibeli PNS karena untuk seragam. Ada juga yang memperbandingkan dengan batik kualitas sama di pasar Klewer Surakarta, harga membeli batik oranye itu dapat memperoleh 4 potong. Ada pula yang menunjuk, ada kong kali kong feeantara petinggi pemerintah kota dengan penjual batik oranye.
Merupakan hal yang lumrah ada asumsi miring yang diperuntukkan ke walikota dalam penyediaan batik printing warna oranye itu. Tetapi asumsi tidak lezat pada walikota dari beberapa PNS Pemerintah kota Salatiga itu sesaat terpungkiri dengan timbulnya informasi di harian Suara Merdeka tanggal 25 Juli 2017 dengan judul “Pengrajin Batik Lokal Diikutsertakan Membuat Seragam”, ditangani oleh bekas peserta training membatik yang beberapa lalu beberapa pengrajin itu sudah dilatih pengendalian dan pembikinan batik secara professional oleh Dinsosnakertran Kota Salatiga. Adapun pola yang digunakan sebagai kreasi Bambang Pamulardi, PNS Pemerintah kota Salatiga yang profesinya sebagai pembuat pola.
Pemilihan pemrosesan seragam batik mengikutsertakan pengrajin batik lokal kabarnya sebagai prakarsa Yulianto, Walikota Kota Salatiga sendiri, ini searah dengan tugasnya di saat kampenye “meningkatkan ekonomi kerakyatan yang fokus pada usaha UMKM, dan buka ekses lapangan pekerjaan”. Visi ini kelihatannya tidak dimengerti oleh petinggi Pemerintah kota Salatiga hingga ada kesan-kesan tidak memberikan dukungan, terjadi lah penyediaan pembelian batik hasil olah printing yang ditangani oleh pengrajin batik luar Kota Salatiga.
Sebagai pertanyaan ialah bagaimana batik oranye dapat tersebar dilapisan PNS Pemerintah kota Salatiga tanpa setahu walikota Yulianto. Hasil pencarian dijumpai, kurang lebih sebulan saat sebelum Yulianto dan Muh Haris dikukuhkan walikota definitif, info seragam batik oranye itu telah tersebar lewat WA dan facebook, tetapi sedikit device wilayah menyikapi, bahkan juga banyak PNS yang tidak ketahui ada seragam batik baru alternatif warna pelangi itu, beberapa device wilayah ada yang telanjur pesan karena jadual waktu aktivitas penyediaan kain terjadual pada triwulan 1, kawatir tidak on time akan kurangi TPP sejumlah 5 %. Adapula yang memiliki pendapat lebih bagus TPP dikurangkan 5 % dibanding telanjur membeli seragam yang belum disepakati walikota, dan beberapa elemen device wilayah ada yang sudah tahu, jika walikota akan memberikan pembikinan seragam batik PNS Pemerintah kota Salatiga ke pengrajin bekas peserta training batik, banyak peserta training membatik sebagai simpatisannya di saat kampanye pemilihan kepala daerah.
Peristiwa ini menunjukkan ada komunikasi yang kurang terjaga dalam barisan Pemerintah kota Salatiga, sebelum dan setelah walikota dipilih dikukuhkan. Petinggi administrator tidak berperanan elok wajarnya yang terjadi pada beberapa lingkungan pemda yang lain dijumpai. Sesudah kepala wilayah dipilih, saat sebelum pengukuhan, petinggi di lingkungan pemda mendekat bersama pj kepala wilayah saat sebelum memberikan kedudukannya ke kepala wilayah dipilih, lakukan koordinir, sampaikan info pembangunan yang jalan dan yang bakal digerakkan pada periode pemerintah selanjutnya, hingga tidak dijumpai peristiwa seperti kasus batik oranye itu langkahi peraturan walikota definitif. Atau benar ada keinginan lain, ada elemen tersengajaan tidak memberitahu ke walikota dipilih. Keadaan ini memperlihatkan tidak berfungsinya peranan administrator pada Pemerintah kota Salatiga di saat ini. Peranannya terlampau jauh melebihi wewenang walikota.
Batik Yang Memiliki Makna Dalam
Batik seragam sah Pemerintah kota Salatiga opsi Walikota Salatiga ini dinamakan pola ron sedah, diambil dari wujud daun sirih (ron sedah). Memperhatikan sekilas, banyak ketidaksamaan di antara batik pola ron sedah dengan batik oranye. Mekanisme pembuatan batik ron sedah lewat skema kerja sama inti-plasma memperlihatkan pro UKM Salatiga, sementara batik oranye ditangani oleh pengrajin luar Salatiga, petinggi yang menunjuk terang tidak memihak pada UKM Salatiga.
Batik pola ron sedah memiliki filosifi seperti pohon sirih, sebagai tanaman yang tumbuh menjalar atau bertumpu pada tangkai pohon lain, untuk keberlangsungan hidupnya tidak menghisap energi tumbuhan lain seperti tumbuhan benalu yang bikin rugi tumbuhan lain (SM, 25/7/17), batik oranye tidak terang artinya. Kualitas kainnya juga jauh berbeda, belum juga polanya, pola ron sedah berpembawaan excellent. Tidak malu-maluin digunakan oleh PNS Salatiga ke luar kota apa lagi beberapa pejabatnya dalam mendatangi tatap muka tingkat nasional, bukan batik sablon.
Perlakuan walikota Yulianto mengikutsertakan pengrajin lokal hasil didikan sendiri untuk mengolah batik seragam PNS memperlihatkan perhatiannya pada UKM lokal tinggi sekali, selain searah dengan tugasnya, akan mengusung nama Salatiga masa datang, jika program ini bersambung, menghargakan produk masyarakatnya sendiri, senang dengan hasil UKM lokal.
Yang pantas dilaksanakan ke dapan ialah terbentuk cuaca usaha yang aman, memberinya kontribusi modal berbentuk material bahan batik, pelindungan usaha khususnya dalam kemiripan nilai jual produk agar terjadi kompetisi sehat, tidak turunkan nilai jual dari kompetitornya sekedar hanya untuk memberikan kepuasan konsumen, peningkatan kerja sama, training kenaikan keterampilan dan management, membuat instansi khusus seperti koperasi batik, menguatkan barisan yang telah ada, meningkatkan promo, meningkatkan kerja sama yang sama dengan, tingkatkan fasilitas dan prasarana yang diperlukan, jika memang perlu pemerintah kota memulai kontrak toko di luar kota, seterusnya mereka mengongkosi sendiri. Keseluruhnya itu tidak susah dan bisa tercukupi dari Pemerintah kota Salatiga.